Kamis, 31 Oktober 2013

Lembaga Keuangan Mikro


UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

Sektor keuangan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam mendorong peningkatan perekonomian nasional dan ekonomi masyarakat. Perkembangan dan kemajuan pada sektor keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan bukan bank perlu dipertahankan.
Saat ini, lembaga keuangan yang menyediakan dana atau modal bagi usaha skala mikro dan usaha skala kecil sangatlah penting. Lembaga keuangan skala mikro ini memang hanya difokuskan kepada usaha-usaha masyarakat yang bersifat mikro. Lembaga keuangan berskala mikro ini dikenal dengan sebutan Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Lembaga keuangan Mikro atau yang sering disebut dengan LKM merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan bagi usaha mikro. Lembaga ini berusaha untuk menyediakan layanan-layanan keuangan terhadap perusahaan mikro yang tidak memiliki akses terhadap layanan keungan komersial. Lembaga keunagan mikro ini berkaitan erat  dengan kemiskinan hal ini dikarenakan LKM ini berperan sebagai alat intermediasi dalam aktivitas suatu perekonomian. Selain itu, LKM juga memberdayakan masyarakat miskin sehingga dapat membuka usaha sendiri.
Dalam rangka  untuk menumbuhkembangkan perekonomian rakyat Indonesia  menjadi tangguh, berdaya, dan mandiri yang berdampak kepada peningkatan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan  atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Selain itu, masih terdapat kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan atas layanan jasa keuangan mikro yang memfasilitasi masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah, yang bertujuan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat.
Dengan demikian, untuk memberikan kepastian hukum dan memenuhi kebutuhan layanan keuangan terhadap masyarakat miskin atau  berpenghasilan rendah, kegiatan layanan jasa keuangan mikro dan kelembagaannya perlu diatur secara Iebih komprehensif sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan berbagai pertimbangan tersebut, maka dibentuklah Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2013 tentang lembaga keungan mikro.
Berikut ini Uraian singkat tentang Lembaga keuangan mikro di lihat dari sisi Undang-undang No.1 tahun 2013:

 Pengertian Lembaga Keuangan Mikro
Berdasarkan undang-undang no 1 tahun 2013, dalam bab I, pasal I dan ayat I dijelaskan bahwa Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.

Asas dan Tujuan Lembaga Keuangan Mikro
·         Asas Lembaga Keuangan Mikro
Adapun asas  lembaga keunagan mikro  terdapat pada bab II pasal 2 dalam UU no.1 tahun 2013 yaitu sebagai berikut :
1.       keadilan;
2.       kebersamaan;
3.       kemandirian;
4.       kemudahan;
5.       keterbukaan;
6.       pemerataan;
7.       keberlanjutan; dan
8.       kedayagunaan dan kehasilgunaan.

·         Tujuan Lembaga Keungan Mikro
 Berdasarkan UU no. 1 tahun 2013 LKM bertujuan untuk:
1.      meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;
2.      membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan
3.      membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
           terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
            ( Bab II pasal 3)

Berdasarkan UU no. 1 tahun 2013,  Pendirian LKM paling sedikit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut ini:
a.       bentuk badan hukum
Bentuk badan hukum yang dimaksud disini yaitu koperasi dan perseroan terbatas.
b.      permodalan
Untuk perseroan terbatas, sahamnya paling sedikit 60 % dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
c.       mendapat izin usaha yang tata caranya diatur dalam Undang-Undang ini.

    Gambaran umum UU No.1 Tahun 2013
Penyusunan Undang-Undang ini bertujuan:
1. mempermudah akses masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah untuk memperoleh Pinjaman atau Pembiayaan mikro.
2. memberdayakan ekonomi dan produktivitas masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah dan
3. meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah.

Undang-Undang ini memuat substansi pokok mengenai ketentuan lingkup LKM, konsep Simpanan dan Pinjaman/Pembiayaan dalam definisi LKM, asas dan tujuan. Undang-Undang ini juga mengatur kelembagaan, baik yang mengenai pendirian, bentuk badan hukum, permodalan, maupun kepemilikan. Bentuk badan hukum LKM menurut Undang-Undang ini adalah Koperasi dan Perseroan Terbatas. LKM yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas, kepemilikan sahamnya mayoritas dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan.
Selain itu, Undang-Undang ini mengatur juga mengenai kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha, serta cakupan wilayah usaha suatu LKM yang berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota sesuai dengan perizinannya. Untuk memberikan kepercayaan kepada para penyimpan, dapat dibentuk lembaga penjamin simpanan LKM yang didirikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan/atau LKM. Dalam hal diperlukan, Pemerintah dapat pula ikut mendirikan lembaga penjamin simpanan LKM bersama Pemerintah Daerah dan LKM.

Undang-Undang ini mengatur pula ketentuan mengenai tukar-menukar informasi antar-LKM. Undang-Undang ini juga mengatur mengenai penggabungan, peleburan, dan pembubaran. Di dalam Undang-Undang ini, perlindungan kepada pengguna jasa LKM, pembinaan dan pengawasan LKM, diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dengan didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau pihak lain yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan. Agar implementasi Undang-Undang ini dapat terlaksana dengan baik, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, termasuk Pemerintah Daerah, kementerian yang membidangi urusan perkoperasian, dan kementerian yang membidangi fiskal, perlu bekerja sama untuk melakukan sosialisasi Undang-Undang ini.
Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak diundangkan. Jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut dimaksudkan antara lain untuk menyiapkan infrastruktur yang diperlukan seperti sumber daya manusia Otoritas Jasa Keuangan selaku pembina dan pengawas LKM dan sumber daya manusia Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota selaku pihak yang menerima pendelegasian wewenang pembinaan dan pengawasan LKM, peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dan pedoman teknis pembinaan, pengawasan LKM, dan teknologi informasi.

Kamis, 03 Oktober 2013

Analisis Belanja Ekonomi Publik



Belanja Terbesar Pemerintahan Aceh
 Sektor Infrasruktur

Belanja terbesar pemerintah Aceh saat ini dihabiskan untuk sektor infrastruktur.  Sejak adanya dana otonomi khusus, belanja untuk sektor ini semakin meningkat drastis bahkan mencapai empat kali lipat dibandingkan pada tahun 2007. Sebelumnya  untuk sektor infrastruktur ini pemerintah Aceh menghabiskan dana sebesar Rp 272 miliar, namun pada tahun 2012 dana ini meningkat mencapai  Rp 1,3 triliun. Secara keseluruhan dana  yang diserap untuk sektor infrasruktur  ini mencapai 13 persen. Belanja infrastruktur aceh yang besar menjadikan Aceh termasuk  urutan ke 7 provinsi terkaya di Indonesia.
Lantas, kemana saja dana infrastruktur ini dialokasikan?
Aceh mengalokasikan dana sebesar Rp 694 miliar untuk program membangun jalan raya,dan  jembatan. Pada tahun 2012 dana inidialokasikan dalam jumlah besar untuk pembuatan jalan raya atau jembatan di pantai timur dan utara Aceh dibandingkan dengan daerah pantai barat dan selatan. Untuk daerah pantai barat dan selatan, kondisi infrastrukturnya masih sangat memprihatinkan.
Program infrastruktur ini bertujuan untuk mempercepat proses ketertinggalan akibat adanya konflik. Juga untuk memperkecil kesennjangan kebutuhan antar kabupaten/kota. Pada kenyataannya, kesenjangan itu masih ada terlihat dari infrastruktur dalam pembuatan jalan raya dan jembatan di wilayah pantai timur dengan pantai barat. Berarti tujuan dari program infrastruktur ini belum juga berjalan dengan baik.  Dalam hal ini diperlukan pengelolaan yang tepat untuk ke depannya, agar infrasruktur jalan raya dan  jembatan  di Aceh menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Selain untuk jalan raya dan jembatan dana otonomi khusus dari sektor infrastruktur ini juga digunakan untuk irigasi. Pembangunan irigasi di aceh masih sangat sedikit, padahal sebagian besar pekerjaan masyarakat Aceh adalah petani. Pertanian juga menjadi salah satu sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Di Aceh irigasi yang ada cenderung kurang maksimal, dikarenakan ketiadaan air atau konversi lahan pertanian untuk menjadi perumahan. Yang paling diperlukan saat ini untuk menyelesaikan permasalahan irigasi ini yaitu alokasi dana yang cukup serta perencanaan yang baik untuk membangun maupun memperbaiki irigasi yang sudah ada.

Dengan peningkatan belanja pemerintah Aceh untuk sektor ini, sudah seharusnya Aceh memiliki infrastruktur yang baik terutama dari segi  jalan raya dan jembatannya. Namun pada kenyataannya, masih banyak daerah-daerah terpencil yang akses jalannya tidak diperhatikan, padahal daerah-daerah terpencil itu juga memiliki potensi ekonomi dimana dapat mendukung  pertumbuhan ekonomi Aceh menjadi lebih baik.