Rabu, 11 September 2013

Tugas Microfinance


Aceh termasuk urutan ke 7 provinsi terkaya dan termiskin di Indonesia.
Oleh: Rauzatul Jannah

Aceh! Siapa yang tak mengenal Aceh. Semenjak  konflik dan bencana tsunami yang terjadi beberapa tahun silam Aceh semakin menjadi perhatian warga Indonesia dan pemerintah khususnya. Sehingga dari sekian banyak provinsi yang ada di Indonesia Aceh termasuk kedalam salah satu daerah yang mendapat aliran  dana otsus (otonomi khusus) selain provinsi Papua. Aceh juga merupakan daerah yang kaya akan potensi alamnya, dan karena itu Aceh termasuk urutan ke 7 provinsi terkaya di antara beberapa provinsi lainnya. Ditengah rasa bangga  saat berada dalam urutan ke 7 provinsi terkaya di Indonesia, di saat yang bersamaan  pula rasa bangga itu hilang, karena  Aceh juga berada dalam urutan ke 7 provinsi yang bertikai dengan kemiskinan. Aceh menjadi  provinsi terkaya  karena potensi  alamnya,  justru terlihat miskin karena pengelolaannya. Ironis, memang! Tapi itulah kenyataannya.

Potensi hasil alam Aceh
Aceh terkenal dengan daerah yang kaya akan hasil alamnya. Di bidang industry misalnya, daerah Aceh memiliki potensi cukup besar terutama industri hasil hutan, perkebunan, dan pertanian, seperti minyak kelapa sawit, atsiri, karet, kertas, serta industri hasil pengolahan tambang yang belum berkembang secara optimal. Selain itu aceh juga kaya akan hasil tambangnya. Potensi hasil tambang di Aceh, antara lain meliputi gas alam, minyak bumi, batu bara, emas, dan tembaga. Gas alam dan minyak bumi yang ada di Arun dan daerah lainnya di Aceh telah memberikan sum-bangan yang cukup besar terhadap devisa negara. Sayangnya, jumlah yang diambil oleh pemerintah pusat selama lebih dari tiga dekade pada masa Orde Baru terlalu besar, sementara yang dikembalikan untuk rakyat Aceh terlampau kecil (tak lebih dari 5%).
Daerah Aceh memiliki bahan tambang, seperti tem-baga, timah hitam, minyak bumi, batubara, dan gas alam. Selain itu, terdapat tambang emas di daerah Aceh Besar, Pidie, Aceh Tengah, dan Aceh Barat. Tambang biji besi terdapat di Aceh Besar, Aceh Barat, dan Aceh Selatan. Tambang mangan terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara dan Aceh Barat. Sementara tambang biji timah, batu bara, dan minyak bumi terdapat di Aceh Barat dan Aceh Timur, yakni di Rantau Kuala dan Sim-pang Peureulak, serta gas alam di daerah Lhok Sukon dan Kabupaten Aceh Utara. (www.aceh-sepakat.org)
               Sekian banyak potensiAlam yang dimiliki Aceh, ternyata  belum bisa membuat Aceh berbangga hati. Karena di sisi lain Aceh masih berada di bawah garis kemiskinan.  Potensi yang Aceh  miliki  belum bisa mengeluarkan Aceh  dari jeratan kemiskinan. Saat ini, Aceh sedang bergelut untuk mengentaskan masalah kemiskinan ini.  

Ada Apa dengan Aceh?
Berdasarkan data yang di peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional tahun 2010, Aceh termasuk urutan provinsi ke 7 termiskin di Indonesia yaitu 20,98 % dari  total 4.486.570 jiwa penduduknya. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa Aceh belum mampu mengatasi masalah kemiskinan.  Padahal Aceh merupakan salah satu daerah yang mendapatkan banyak aliran dana, antara lain dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dana otonomi khusus (OtSus), dana bagi hasil migas, dana tambahan bagi hasil migas, dana rehab-rekon, bantuan luar negeri (multidonor fund) dan dana reintegrasi. Totalnya mencapai 10 triliun rupiah. Kondisi ini menjadi semakin ironis ketika Aceh termasuk daerah yang kaya sumber daya namun masih terjerembab dalam kemiskinan.  ( Serambi, 8 november  2010)
 Mengapa hal ini bisa terjadi? Selama ini pemerintah hanya mengandalkan keberadaan dana otsus yang setiap tahun dikucurkan pemerintah pusat. Namun pemanfaatan dana tersebut sangat jauh untuk bisa dikatakan menyentuh kehidupan masyarakat yang begitu dekat dengan kemiskinan.  Dana otonomi khusus diperuntukkan untuk 6 bidang pemanfaatan  dana otsus, meliputi pembiayaan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur; pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan. Pergerakan dana otsus hanya menyentuh kehidupan pejabat, dimana masyarakat kelas bawah hanya terkena serpihannya saja, itupun jika ada.Hal ini terbukti ketika Lembaga anti korupsi nasional menempatkan Aceh sebagai provinsi terkorup ke 2 setelah Jakarta. Ada Apa dengan Aceh? Begitu memalukan.Aceh yang  mendapat julukan bumi serambi mekkah ini mempunyai prestasi seperti itu. Kemana nilai-nilai syariat islam yang selama ini kita banggakan.  
Selama ini yang menjadi prioritas pemerintah adalah pendidikan, kesehatan dan pembangunan infrastruktur. Lantas, pengentasan kemiskinan (dalam hal ini pengadaan lapangan kerja) dianggap nomor kesekian. Logika saja, bagaimana anak-anak sekolah bisa belajar dengan nyaman bila perut lapar, karena ayahnya tidak memiliki pekerjaan? Saya pikir,Lapangan kerja memegang peran vital di sini. Dalam hal inilah dituntut kepiawaian pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja yang tepat untuk masyarakat. Untuk jangka panjang, hal ini juga akan memudahkan pemerintah di masa yang akan datang.
Akhirnya, Pengadaan lapangan kerja yang berasal dari dana otsus bisa dirasakan segenap lapisan masyarakat. Sedangkan sisanya, itu urusan pemerintah untuk memanfaatkan dana tersebut dengan bertanggung jawab yang tidak mencederai hati rakyat. Dalam hal ini, bukan hanya pemerintah yang harus bekerja keras, tetapi civitas akademika yang ahli di bidangnya serta dukungan masyarakat juga sangat diperlukan. Selain itu masalah korupsi juga harus segera di atasi, agar kemiskinan tidak terus menjerat Aceh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar